JAKARTA, Cobisnis.com – Kasus diabetes di kawasan Asia-Pasifik (APAC) terus meningkat dan diprediksi menjadi penyumbang terbesar terhadap beban ekonomi global akibat penyakit ini pada tahun 2030. Salah satu faktor utama yang dapat dimodifikasi dalam pencegahan diabetes tipe 2 adalah obesitas. Kelebihan berat badan bisa memicu resistensi insulin — kondisi saat tubuh tidak lagi merespons insulin dengan baik — yang akhirnya menyebabkan kadar gula darah meningkat.
Menurut Dr. Alex Teo, Director of Research Development and Scientific Affairs, Asia Pacific, Herbalife, gaya hidup masyarakat di wilayah APAC kini semakin rentan terhadap risiko diabetes. Urbanisasi yang cepat, jadwal kerja panjang, tingkat stres tinggi, serta kebiasaan konsumsi makanan cepat saji menyebabkan pola makan tidak sehat dan kurang aktivitas fisik. “Banyak orang memilih camilan manis untuk meredakan stres, padahal kebiasaan ini justru memperparah risiko diabetes,” ujar Teo.
Fenomena serupa juga terlihat pada anak-anak. Peningkatan angka obesitas di usia muda dapat menjadi awal munculnya berbagai penyakit kronis, termasuk diabetes tipe 2. Di Indonesia sendiri, menurut data International Diabetes Federation (IDF) 2024, ada sekitar 20,4 juta penduduk yang hidup dengan diabetes — menempatkan Indonesia sebagai salah satu negara dengan jumlah penderita tertinggi di dunia, dengan prevalensi mencapai 11,3%.
Menariknya, tidak semua penderita diabetes memiliki berat badan berlebih. Sebagian tampak kurus dari luar, tetapi menyimpan lemak berlebih di dalam tubuh — kondisi yang dikenal sebagai TOFI (thin outside, fat inside). Pola makan rendah protein dan kurang gerak sering kali menjadi pemicunya. Diabetes tipe 2 juga kerap tidak menunjukkan gejala pada tahap awal, sehingga banyak orang tidak menyadari bahwa kadar gula darahnya sudah tinggi.
“Masalah diabesity — kombinasi diabetes dan obesitas — bisa dicegah sejak dini dengan memperbaiki pola makan dan meningkatkan aktivitas fisik. Perubahan kecil yang konsisten dapat meningkatkan sensitivitas insulin dan menurunkan risiko diabetes,” jelas Teo.
Pola Makan Seimbang untuk Kendali Gula Darah
Asupan makanan berperan besar dalam menjaga kadar gula darah. Makanan dengan indeks glikemik tinggi seperti roti putih, kue manis, dan minuman bergula dapat memicu lonjakan gula darah. Mengurangi konsumsi minuman manis seperti boba membantu menurunkan asupan kalori berlebih. Bola tapioka pada minuman tersebut memiliki indeks glikemik tinggi dan bisa memperburuk kontrol gula darah.
Sebaliknya, konsumsi biji-bijian utuh, buah, serta sayuran kaya serat dapat membantu menstabilkan kadar gula dan meningkatkan rasa kenyang. “Fokus pada makanan utuh yang bernutrisi seimbang dapat memperbaiki fungsi metabolik sekaligus menjaga berat badan ideal,” tambah Teo.
Nutrisi dan Suplemen yang Mendukung
Beberapa nutrisi penting juga membantu pengelolaan berat badan dan metabolisme tubuh, seperti protein, omega-3, dan magnesium. Protein membantu menekan nafsu makan dan meningkatkan metabolisme. Asam lemak omega-3, yang banyak ditemukan pada ikan laut seperti salmon, berperan dalam mengurangi peradangan dan memperbaiki sensitivitas insulin. Sementara magnesium membantu mengatur kadar gula darah dan tekanan darah, serta menjaga fungsi otot tetap optimal.
Aktivitas Fisik dan Keseimbangan Hidup
Olahraga rutin juga menjadi kunci pencegahan diabetes. Aktivitas fisik minimal 150 menit per minggu dapat meningkatkan sensitivitas insulin dan membantu menjaga berat badan. Bagi yang memiliki jadwal padat, aktivitas ringan seperti berjalan kaki setelah makan atau melakukan peregangan di tempat kerja sudah cukup membantu menjaga kestabilan gula darah.
Selain itu, tidur yang cukup dan pengelolaan stres juga penting. Stres kronis dapat mengacaukan hormon dan meningkatkan kadar gula darah. Meditasi, latihan pernapasan, dan waktu istirahat yang cukup terbukti membantu menstabilkan metabolisme.
“Menjalani hidup sehat memang tidak selalu mudah di tengah kesibukan. Tapi langkah sederhana yang dilakukan secara konsisten bisa memberikan dampak besar untuk kesehatan jangka panjang,” tutup Dr. Alex Teo.