JAKARTA, Cobisnis.com – Program Studi Magister Ilmu Komunikasi Universitas Paramadina bersama 14 mahasiswa mengadakan kegiatan edukasi bertema “Sekolah Aman, Siswa Belajar dengan Nyaman” di SMK Islam Al-Makiyah, Lubang Buaya, Jakarta Timur. Kegiatan ini menjadi bentuk kontribusi perguruan tinggi dalam memberdayakan masyarakat, khususnya kelompok yang rentan terhadap kekerasan di lingkungan pendidikan.
Sekretaris Program Studi Magister Ilmu Komunikasi Universitas Paramadina, Wahyutama, menjelaskan bahwa kegiatan ini sejalan dengan misi kampus untuk mendorong peningkatan kualitas masyarakat melalui pendidikan dan penyuluhan.
“Tema pencegahan kekerasan ini sangat krusial, terutama karena dalam beberapa waktu terakhir kita melihat kasus kekerasan di sekolah yang bahkan berujung kehilangan nyawa. Karena itu, kegiatan seperti ini sangat penting untuk dilakukan,” ujar Wahyutama.
Dalam sesi edukasi, Komisioner Komnas Perempuan Daden Sukendar menyoroti pentingnya pembentukan Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK) di sekolah berdasarkan Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023.
Menurutnya, TPPK bisa menjadi bagian ekstrakurikuler dan bahkan pilot project bagi sekolah.
“Kami punya panduan standar kawasan bebas kekerasan yang bisa diadaptasi oleh sekolah. Bukan hanya untuk menangani kekerasan yang terjadi, tapi juga sebagai ekstrakurikuler unggulan untuk membangun budaya aman di satuan pendidikan,” jelasnya.
Daden juga mendorong siswa untuk aktif melapor dan mendukung teman yang menjadi korban. Ia menegaskan pentingnya keberadaan ruang aman bagi siswa untuk mengadu dan berdiskusi.
Sementara itu, Kepala SMK Islam Al-Makiyah, Ruzkiyah Ulfa, menilai pemerintah perlu memperkuat pengawasan tanpa menunggu kasus viral terlebih dahulu.
“Semua sekolah, baik besar maupun kecil, membutuhkan mekanisme pencegahan. Pengawasan harus dilakukan secara menyeluruh, bukan hanya ketika masalah sudah terjadi,” kata Ruzkiyah.
Ia juga menyoroti belum adanya wadah yang jelas bagi siswa korban kekerasan untuk melapor dengan aman. Menurutnya, pemerintah seharusnya menyediakan pusat rehabilitasi dan dukungan, tidak hanya untuk korban tetapi juga pelaku.
“Anak-anak yang bingung sering melakukan hal berbahaya pada dirinya sendiri. Pemerintah harus hadir memberikan ruang aman dan pendampingan,” tegasnya.
Ketua panitia kegiatan, Despian Nurhidayat, mengatakan bahwa program ini lahir dari keresahan mahasiswa terhadap meningkatnya kekerasan di sekolah yang tidak dibarengi dengan sistem pencegahan yang baik.
“Kita sedang menghadapi darurat kekerasan di lingkungan pendidikan. Masalah ini tidak bisa diselesaikan satu pihak saja—pemerintah, sekolah, siswa, dan orangtua harus terlibat bersama,” ujarnya.
Despian menambahkan bahwa kegiatan ini merupakan langkah sederhana namun nyata untuk memulai perubahan.
“Kami tidak membuat gerakan besar. Kami percaya perubahan bisa dimulai dari langkah kecil, seperti datang ke sekolah dan memberikan edukasi tentang kekerasan. Harapan kami, kegiatan ini bisa direplikasi oleh lebih banyak pihak agar semakin banyak sekolah yang mendapatkan manfaatnya,” tutupnya.