JAKARTA, Cobisnis.com - Mercusuar Willem's Toren adalah salah satu mercusuar bersejarah yang terletak di Pulau Breueh (Pulau Beras), Kecamatan Pulo Aceh, Kabupaten Aceh Besar. Nama resminya adalah Willem's Toren III, dan usianya sudah lebih dari satu abad .
Mercusuar ini merupakan fasilitas navigasi pelayaran yang dikelola oleh Distrik Navigasi (Disnav) Kelas II Sabang, Direktorat Navigasi Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan.
Wilayah kerja Distrik Navigasi Tipe A Kelas II Sabang mencakup sebagian besar perairan di Provinsi Aceh. Wilayah ini berfungsi sebagai ujung barat Indonesia.
Secara umum, wilayah kerja Distrik Navigasi Sabang meliputi dua per tiga (2/3) wilayah perairan Aceh, Pantai Barat Aceh, dimulai dari perairan sekitar Simeulue hingga Sabang dan sekitarnya, Pantai Selatan Aceh, mencakup perairan sekitar Tapak Tuan (Aceh Selatan), Pantai Timur Aceh, mencakup perairan sekitar Lhokseumawe dan sekitarnya, Pulau-pulau Terluar, meliputi pengawasan di pulau-pulau terdepan seperti Pulau Rondo (Sabang), Pulau Benggala (Aceh Besar), dan Pulau Salaut (Simeulue).
Wilayah ini berbatasan dengan wilayah kerja Distrik Navigasi Belawan (yang mencakup daerah Lhokseumawe dan Singkil) dan Distrik Navigasi Sibolga.
Tugas utamanya adalah memastikan keselamatan pelayaran melalui pengawasan dan pemeliharaan Sarana Bantu Navigasi Pelayaran (SBNP) seperti mercusuar, rambu suar, dan pelampung suar.
Fungsi utama disnav adalah memastikan keselamatan pelayaran melalui pengawasan dan pemeliharaan Sarana Bantu Navigasi Pelayaran (SBNP) seperti mercusuar, rambu suar, dan pelampung suar.
Mercusuar sebagai Sarana Bantu Navigasi Pelayaran (SBNP) untuk memastikan keselamatan dan keamanan kapal di laut. Secara spesifik, fungsi mercusuar meliputi, pertama penanda lokasi (identifikasi posisi), yakni memberikan titik referensi yang jelas bagi para pelaut, terutama saat malam hari atau cuaca buruk (berkabut). Setiap mercusuar memiliki pola kedip cahaya yang unik agar pelaut bisa mengidentifikasi lokasi spesifik mereka.
Kedua, peringatan bahaya, yakni memberi tahu kapal tentang adanya potensi bahaya navigasi, seperti karang, perairan dangkal, atau tanjung yang berbahaya. Mercusuar sering ditempatkan di lokasi-lokasi rawan kecelakaan. Dan ketiga, pemandu masuk pelabuhan untuk membantu kapal yang akan berlabuh dan menentukan arah ataupun rute yang aman saat akan memasuki atau meninggalkan pelabuhan.
Meskipun teknologi modern (seperti GPS dan radar) telah berkembang pesat, mercusuar tetap menjadi alat navigasi tertua dan masih vital dalam menjamin keselamatan pelayaran di banyak wilayah perairan dunia.
Sejarah Mercusuar Willem's Toren III
Mercusuar Willem's Toren III ini memiliki keistimewaan. Ia adalah salah satu dari tiga mercusuar yang dibangun oleh pemerintah Belanda di dunia dengan desain serupa.
Dua lainnya berada di Belanda (yang kini telah dijadikan museum) dan satu lagi di Kepulauan Karibia. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya mercusuar di Pulo Aceh bagi jaringan maritim kolonial Belanda.
Mercusuar ini berada di Desa Meulingge, Kecamatan Pulo Aceh, Kabupaten Aceh Besar, tepatnya di Pulau Breueh. Letaknya di puncak bukit cadas, sekitar 310 meter di atas permukaan laut.
Mercusuar ini dibangun pada masa penjajahan Belanda, sekitar tahun 1875. Pembangunannya juga disinggung dalam buku sejarah Perang Aceh yang ditulis oleh Mayor Jenderal G.F.W. Borel.
Pada tahun 1875, Pemerintah Kolonial Belanda membangun mercusuar ini. Nama "Willem's Toren" diambil dari nama Raja Belanda saat itu, Willem Alexander Paul Frederik Lodewijk. Lokasinya yang strategis menjadi fungsi penanda penting bagi kapal-kapal yang melintasi jalur pelayaran internasional di perairan Selat Malaka dan Samudra Hindia.
Pembangunannya merupakan bagian dari ambisi Belanda untuk menguasai jalur maritim dan menjadikan Sabang sebagai pelabuhan transit yang penting, menyaingi Singapura.
Sama seperti mercusuar lainnya, fungsi utamanya adalah sebagai prasarana navigasi untuk memandu kapal yang melintasi perairan di sekitarnya. Lokasinya yang strategis di pertemuan Selat Malaka dan Samudera Hindia menjadikannya sangat penting untuk keselamatan pelayaran.
Bangunannya kokoh dengan gaya arsitektur Belanda, berbentuk silinder, dan memiliki tinggi sekitar 85 meter dengan ketebalan dinding mencapai 1 meter. Mercusuar ini merupakan bagian dari kompleks yang lebih luas, menempati lahan sekitar 20 hektar.
Dulunya, kompleks ini juga menjadi tempat tinggal para perwira Belanda. Hingga saat ini, Mercusuar Willem's Toren masih beroperasi dengan baik dan menjadi salah satu warisan sejarah yang penting di Aceh.
Pembangunan mercusuar ini tidaklah mudah. Dalam catatan sejarah, seperti yang disinggung dalam buku "Onze Vestiging in Atjeh" (Pendudukan Kami di Aceh) oleh G.F.W. Borel, pembangunan mercusuar ini menghadapi perlawanan sengit dari para pejuang Aceh di bawah pimpinan Teungku Chik di Tiro.
Mereka beberapa kali menyerbu Pulau Breueh untuk menggagalkan proyek tersebut. Belanda harus mendatangkan pasukan militer tambahan untuk pengamanan. Proyek ini juga melibatkan kerja paksa, di mana ratusan orang, termasuk dari Ambon, dikirim ke Aceh untuk diperkerjakan.
Mercusuar Willem's Toren III di Pulo Aceh bukan sekadar bangunan tua, melainkan saksi bisu dari sebuah babak sejarah yang panjang. Kisahnya terjalin erat dengan kepentingan kolonial, perjuangan rakyat Aceh, dan peran pentingnya dalam navigasi maritim dunia.
Meskipun usianya sudah lebih dari satu abad, mercusuar ini tetap berdiri kokoh. Bangunan dengan dinding tebal dan arsitektur khas Belanda ini masih berfungsi hingga kini sebagai alat bantu navigasi. Ia terus memancarkan cahayanya, membimbing kapal-kapal yang lewat, sama seperti tujuannya saat pertama kali dibangun.
Wisata warisan sejarah
Saat ini, kompleks Mercusuar Willem's Toren III tidak hanya berfungsi sebagai menara suar, tetapi juga menjadi destinasi wisata sejarah. Pengunjung bisa menaiki anak tangga di dalamnya untuk melihat pemandangan menakjubkan dari puncak menara, yang menyajikan panorama Samudra Hindia yang luas dan hijau Pulo Aceh.
Mercusuar ini menjadi saksi bisu dan pengingat akan masa lalu yang penuh gejolak, sekaligus simbol ketahanan yang terus memberikan manfaat hingga saat ini.
Akses menuju Pulau Breueh (Pulau Beras) saat ini masih mengandalkan kapal. Perjalanan dengan kapal motor dari Pulau Weh (Sabang) memakan waktu sekitar 4 jam. Namun, jika berangkat dari Pelabuhan Penyeberangan Ulee Lheue di Banda Aceh, waktu tempuhnya sedikit lebih singkat, hanya 3 jam. Seandainya pulau ini dapat dilayani oleh kapal cepat, waktu tempuh ini berpotensi terpangkas hingga 50%.
Setibanya di sana, kapal penumpang belum dapat merapat langsung ke Dermaga Ujong Peuneung. Perahu biasanya diturunkan dari kapal motor untuk mengangkut penumpang ke dermaga. Dari dermaga, perjalanan menuju Mercusuar Willem's Toren III masih harus dilanjutkan dengan mobil pick-up terbuka selama sekitar 30 menit.
Pembangunan dermaga oleh pemerintah pusat untuk memudahkan kelancaran logistik petugas mercusuar diperlukan. Penyediaan sarana kapal dapat dilakukan pemda dan swasta.
Jalan menuju mercusuar memiliki permukaan aspal yang kasar, berkelok, dan menanjak ke bukit. Sepanjang perjalanan, kita akan disuguhi pemandangan hutan belukar yang mendominasi, karena pemukiman atau desa sangat jarang ditemukan.
Untuk benar-benar membuka potensi wisata Pulau Breueh (Pulau Beras), diperlukan investasi strategis pada infrastruktur dasar. Langkah pertama adalah memperpanjang Dermaga Ujong Peuneung agar kapal motor dan kapal cepat dapat merapat langsung.
Ini akan memangkas waktu tempuh dan menghilangkan hambatan logistik bagi pengunjung. Selanjutnya, perlu dilakukan perbaikan total pada permukaan jalan yang menanjak menuju mercusuar untuk menjamin keamanan dan kenyamanan perjalanan darat.
Selain itu, ketersediaan angkutan umum lokal yang memadai sangat dibutuhkan untuk memfasilitasi mobilitas wisatawan. Terakhir, pengembangan fasilitas penginapan yang nyaman dan representatif juga menjadi keharusan agar wisatawan betah berlama-lama menikmati keindahan alam dan sejarah di pulau terluar ini.
Kunjungan ke Pulau Breueh (Pulau Beras) adalah surga tersembunyi yang menawarkan keindahan alam tropis yang masih sangat asri dan tenang. Daya tariknya terletak pada trilogi keindahan alami; pantai berpasir putih yang dikelilingi perairan biru kehijauan nan jernih; aktivitas bahari yang menenangkan, seperti berenang dan snorkeling di perairan yang damai; serta hutan tropis rimbun yang membingkai pulau, menjanjikan suasana sejuk dan pemandangan alam yang utuh. Banyak yang mancing juga di sekitar pulau, karena ikannya besar-besar, surga pemancing.
Sungguh, Pulau Breueh (Pulau Beras) bukan sekadar destinasi di peta. Pulau Breueh adalah perpaduan sempurna antara keindahan alam yang masih perawan dan bisikan sejarah dari puncak Mercusuar Willems Toren III. Sebuah pengalaman yang meninggalkan jejak kedamaian dan kerinduan untuk kembali ke ujung barat Indonesia.
Djoko Setijowarno , Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata dan Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat