JAKARTA, Cobisnis.com – Para perdana menteri, presiden, dan bangsawan dunia berkumpul di Kairo pada Sabtu untuk menghadiri peresmian megah Museum Mesir Raya atau Grand Egyptian Museum (GEM) sebuah kompleks baru yang dibangun di dekat Piramida Giza untuk menampung salah satu koleksi artefak kuno terkaya di dunia.
Peresmian GEM menandai berakhirnya proyek pembangunan selama dua dekade yang sempat tertunda akibat gejolak politik Arab Spring, pandemi, dan konflik di negara-negara tetangga. “Kita semua pernah bermimpi tentang proyek ini dan bertanya-tanya apakah akan benar-benar terwujud,” ujar Perdana Menteri Mesir, Mostafa Madbouly, dalam konferensi pers. Ia menyebut museum ini sebagai “hadiah dari Mesir untuk dunia, dari negeri dengan sejarah lebih dari 7.000 tahun.”
Acara pembukaan berlangsung spektakuler di hadapan Presiden Abdel Fattah al-Sisi dan para tamu kehormatan. Pertunjukan cahaya laser, kembang api, dan hieroglif bercahaya menghiasi langit, sementara penari dengan kostum bergaya Firaun tampil diiringi orkestra internasional dan bintang pop Mesir.
Sisi mengatakan bahwa dengan dibukanya museum ini, Mesir sedang “menulis babak baru dalam kisah masa kini dan masa depan bangsa kuno ini.” Hadir dalam acara tersebut di antaranya Presiden Jerman Frank-Walter Steinmeier, Perdana Menteri Belanda Dick Schoof, Perdana Menteri Hungaria Viktor Orban, Presiden Palestina Mahmoud Abbas, Presiden Republik Demokratik Kongo Felix Tshisekedi, serta pangeran mahkota Oman dan Bahrain.
Daya tarik utama museum ini adalah koleksi besar peninggalan makam Firaun Tutankhamun yang ditemukan pada 1922, termasuk topeng emas pemakamannya yang ikonik, singgasana, sarkofagus, serta ribuan artefak lainnya. Di aula utama, pengunjung disambut oleh patung kolosal Ramses II yang sebelumnya menghiasi pusat Kairo.
Desain modern GEM yang terinspirasi dari bentuk Piramida memberikan kontras mencolok dengan Museum Mesir lama di Lapangan Tahrir yang bergaya neoklasik. Museum lama itu sempat mengalami penjarahan selama gejolak politik tahun 2011 dan insiden kerusakan artefak pada 2014.
Dengan pembangunan museum baru ini, Mesir berharap dapat memperbaiki reputasi dalam pelestarian warisan budayanya dan memperkuat klaim atas artefak-artefak Mesir kuno yang masih disimpan di museum luar negeri.
Proyek senilai lebih dari 1 miliar dolar AS ini sebagian besar didanai melalui pinjaman pembangunan dari Jepang. Dirancang oleh firma arsitektur Irlandia Heneghan Peng Architects, kompleks ini mencakup area sekitar 120 hektare hampir seukuran Kota Vatikan.
Pemerintah Mesir juga berharap museum baru ini dapat mendorong kebangkitan sektor pariwisata, yang selama ini menjadi sumber utama devisa bagi ekonomi negara yang tertekan akibat konflik dan ketidakpastian global.