Jamkrindo

Parfum Prancis, Bukti Bahwa Branding Bisa Jadi Kekuatan Ekonomi

Oleh M.Dhayfan Al-ghiffari pada 05 Oct 2025, 08:04 WIB

JAKARTA, Cobisnis.com – Di tengah gempuran produk kecantikan asal Korea dan Jepang yang menonjolkan teknologi dan inovasi, parfum asal Prancis tetap berdiri kokoh sebagai simbol kemewahan global. Dari Chanel hingga Dior, aroma khas buatan negeri mode ini masih menjadi tolok ukur elegansi dan status sosial di pasar internasional.

Sejak abad ke-17, Prancis sudah menempatkan parfum sebagai bagian dari identitas budaya dan ekonomi. Pada masa Raja Louis XIV, parfum bahkan menjadi simbol kekuasaan dan kemewahan istana. Dari sana, industri parfum berkembang menjadi sektor kreatif bernilai tinggi yang terus mendunia.

Kota Grasse di selatan Prancis dikenal sebagai “ibu kota parfum dunia”. Di sana, berbagai rumah parfum besar menanam bahan baku seperti mawar, melati, dan lavender. Ekosistem ini menciptakan ribuan lapangan kerja dan menjadi salah satu motor ekspor penting di sektor gaya hidup mewah.

Pada 2024, ekspor parfum dan kosmetik Prancis menembus angka miliaran euro. Angka itu tidak hanya mencerminkan daya saing produk, tapi juga kekuatan branding yang telah dibangun selama berabad-abad. Parfum Prancis dijual bukan sekadar karena aromanya, tetapi karena maknanya  keanggunan dan prestise.

Sementara Korea dan Jepang fokus pada inovasi teknologi dan bahan aktif dalam kosmetik, Prancis menonjolkan nilai seni dan storytelling. Konsumen global membeli parfum Prancis karena narasinya: keindahan, romansa, dan tradisi yang tak tergantikan.

Fenomena ini menunjukkan bahwa dalam ekonomi modern, nilai emosional bisa lebih berharga daripada nilai fungsional. Parfum Prancis menjual pengalaman dan identitas, bukan hanya produk. Konsep ini menjadi dasar dari apa yang disebut sebagai cultural branding.

Dari sisi ekonomi kreatif, industri parfum turut menopang pariwisata dan ekspor budaya Prancis. Wisatawan datang ke Paris dan Grasse bukan hanya untuk berbelanja, tapi juga untuk “mencium” langsung asal muasal aroma yang melegenda.

Pergeseran tren global ke arah “personal luxury” justru memperkuat posisi Prancis. Konsumen muda kini mencari produk dengan karakter dan warisan budaya, sesuatu yang telah lama menjadi keunggulan merek-merek Prancis.

Secara global, pasar parfum diperkirakan tumbuh lebih dari 5% per tahun hingga 2030, dan Prancis tetap memimpin dengan pangsa pasar terbesar di dunia. Dominasi ini menegaskan bahwa kekuatan ekonomi tidak selalu bergantung pada volume produksi, tetapi pada nilai simbolik yang melekat di benak konsumen.

Parfum Prancis kini bukan sekadar produk, tapi bahasa ekonomi emosional yang menyeberangi batas budaya dan waktu membuktikan bahwa kemewahan sejati tidak pernah usang, hanya berevolusi.