Jamkrindo

Risiko Utang Whoosh Bisa Timbulkan Tekanan Ekonomi dan Kendali Infrastruktur

Oleh M.Dhayfan Al-ghiffari pada 27 Oct 2025, 16:38 WIB

JAKARTA, Cobisnis.com – Utang proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung alias Whoosh kembali jadi sorotan. Mantan Menko Polhukam Mahfud MD memperingatkan risiko serius kalau Indonesia gagal bayar, termasuk potensi tekanan terhadap kedaulatan negara di Natuna Utara.

Proyek ambisius ini menelan biaya 7,27 miliar dollar AS atau sekitar Rp 117 triliun, dengan kecepatan kereta mencapai 350 kilometer per jam. Namun, lonjakan biaya tiga kali lipat dari estimasi awal menimbulkan pertanyaan soal transparansi, tata kelola, dan aliran dana.

Mahfud MD menyoroti dugaan mark up biaya dan mendesak pemerintah mengusut aliran dana yang membengkak. Kritik ini lebih dari sekadar politik, tapi jadi peringatan bahwa proyek infrastruktur besar bisa berpotensi memicu tekanan geopolitik.

China siap membantu restrukturisasi utang Whoosh melalui China Development Bank (CDB). Langkah ini menunjukkan proyek bukan sekadar soal transportasi, tapi juga soal kredibilitas politik dan posisi Indonesia di kancah internasional.

Presiden Prabowo Subianto dikabarkan akan menerbitkan Keputusan Presiden untuk menyelesaikan restrukturisasi. Keputusan ini jadi ujian awal kebijakan fiskal dan diplomasi ekonomi pemerintahan baru.

Sejarah menunjukkan bahwa utang infrastruktur besar bisa memicu ketergantungan. Negara seperti Kongo, Laos, Pakistan, dan Zambia pernah kehilangan kendali atas aset strategis saat gagal bayar utang.

Fenomena ini disebut legal colonization through debt contracts, di mana negara berdaulat bisa kehilangan kontrol atas sumber daya tanpa penjajahan formal. Utang publik berubah menjadi alat diplomasi ekonomi yang memengaruhi kebijakan domestik.

Di Indonesia, risiko bisa merambat ke sektor energi, logistik, jalur rel, bahkan lahan strategis. Jika gagal bayar atau restrukturisasi berat sebelah terjadi, kreditor bisa meminta konsesi jangka panjang dan posisi Indonesia melemah.

Tekanan fiskal nyata terasa. Belanja subsidi energi melonjak, penerimaan pajak belum pulih, dan ruang fiskal makin sempit. Proyek Whoosh jadi cerminan paradoks pembangunan ambisius versus disiplin fiskal.

Pakar menekankan strategi fiskal berdaulat, memperkuat pembiayaan domestik, menegakkan transparansi BUMN, dan menyiapkan buffer risiko realistis. Whoosh seharusnya jadi simbol kemajuan, bukan awal diplomasi utang yang membatasi kedaulatan.