Jamkrindo

Shell Mulai Ketar Ketir

Oleh M.Dhayfan Al-ghiffari pada 18 Sep 2025, 07:10 WIB

JAKARTA, Cobisnis.com – Perusahaan energi global Shell terpaksa menyesuaikan jadwal operasional serta jumlah staf di beberapa Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di Indonesia. Langkah ini diambil karena perusahaan menghadapi kendala pasokan BBM di tengah meningkatnya tekanan pasar domestik.

Kondisi kekurangan pasokan dipicu oleh meningkatnya permintaan dari distributor swasta. Tren ini terjadi seiring pergeseran konsumen dari SPBU Pertamina ke jaringan alternatif, termasuk Shell. Permintaan yang melonjak tersebut membuat persediaan di lapangan tidak seimbang.

Selain itu, perubahan aturan subsidi bahan bakar turut memperumit situasi. Regulasi baru membuat distribusi kuota lebih terbatas, sehingga beberapa perusahaan ritel BBM harus menyesuaikan strategi operasional agar pasokan tetap terkendali.

Di sisi lain, investigasi kasus dugaan korupsi di tubuh Pertamina menambah tekanan. Proses hukum yang sedang berjalan diyakini mengganggu rantai distribusi dan menurunkan kelancaran suplai, termasuk bagi pemain swasta seperti Shell.

Pemerintah menyatakan menolak usulan tambahan kuota impor bahan bakar untuk menutupi kekurangan. Alih-alih, pemerintah justru mendorong kolaborasi lebih erat antara distributor swasta dengan Pertamina guna menjaga stabilitas pasokan nasional.

Keputusan ini menegaskan arah kebijakan energi yang lebih protektif terhadap kedaulatan energi domestik. Pemerintah menilai impor bahan bakar tidak bisa dijadikan solusi jangka panjang karena rentan terhadap fluktuasi harga global.

Bagi Shell, penyesuaian jam operasional dan pengurangan staf bersifat sementara. Perusahaan memastikan tetap berkomitmen melayani konsumen di Indonesia meski dalam kondisi pasokan terbatas. Konsumen diminta menyesuaikan waktu kunjungan agar tidak terjadi antrean panjang.

Dari perspektif pasar energi, gejolak ini memperlihatkan kerentanan rantai pasok BBM Indonesia. Dengan konsumsi bensin yang terus meningkat seiring pertumbuhan kendaraan bermotor, ketergantungan pada distribusi yang terkonsentrasi menjadi tantangan serius.

Kalangan analis menilai, jika pasokan tidak segera stabil, harga bahan bakar non-subsidi berpotensi naik. Hal ini bisa memengaruhi daya beli masyarakat kelas menengah ke atas yang menjadi pengguna utama BBM ritel swasta.

Secara keseluruhan, kasus ini memperlihatkan pentingnya diversifikasi pasokan dan transparansi pengelolaan energi. Tanpa pembenahan struktural, kekurangan pasokan bisa kembali terjadi dan berdampak luas pada stabilitas ekonomi nasional.