JAKARTA, Cobisnis.com – Venezuela mengalami hiperinflasi ekstrem pada 2018 dengan angka tahunan mencapai 1.000.000 persen. Harga barang naik ribuan kali lipat dalam setahun, membuat Bolívar nyaris kehilangan fungsi sebagai alat tukar.
Harga kebutuhan pokok meningkat setiap jam. Warga harus menukar uang dengan cepat sebelum nilainya turun lebih jauh. Kondisi ini membuat kehidupan sehari-hari sangat sulit bagi masyarakat.
Banyak penduduk mulai menggunakan dolar AS atau mata uang asing lain sebagai alternatif pembayaran. Peralihan ini bertujuan menjaga daya beli dalam situasi inflasi tinggi.
Penyebab utama hiperinflasi antara lain krisis ekonomi yang dalam, produksi minyak yang menurun drastis, dan ketergantungan negara pada pendapatan minyak.
Fluktuasi harga minyak dunia secara langsung memengaruhi stabilitas ekonomi Venezuela, memperparah tekanan inflasi yang sudah tinggi.
Kebijakan moneter yang buruk juga ikut memicu inflasi. Pemerintah mencetak uang dalam jumlah besar tanpa dukungan ekonomi yang memadai, sehingga nilai Bolívar anjlok ekstrem.
Dampak sosial sangat nyata. Kekurangan pangan, obat-obatan, dan barang dasar membuat warga kesulitan memenuhi kebutuhan sehari-hari meski memiliki pekerjaan.
Situasi ini memaksa banyak warga untuk migrasi ke negara lain. Tujuannya mencari kehidupan yang lebih stabil dan aman bagi keluarga mereka.
Hiperinflasi di Venezuela menjadi contoh ekstrem bagaimana ketidakseimbangan ekonomi, kebijakan moneter, dan ketergantungan pada sumber daya tunggal dapat menghancurkan mata uang nasional.
Langkah pemulihan ekonomi masih menjadi tantangan besar bagi pemerintah. Stabilitas harga dan perbaikan sistem moneter menjadi prioritas utama agar warga bisa memenuhi kebutuhan hidup dasar.