JAKARTA, Cobisnis.com - Di tengah kinerja kuartalan yang masih membukukan kerugian, PT Janu Putra Sejahtera Tbk (Kode saham AYAM) tetap mematok rencana ekspansi agresif untuk tahun 2026. Namun sejumlah jawaban manajemen dalam keterangannya memunculkan tanda tanya besar terkait konsistensi strategi, kesiapan operasional, serta mitigasi risiko di tengah volatilitas industri unggas yang semakin kompleks.
Perseroan semula mengumumkan rencana pembangunan hatchery di dekat Ibu Kota Nusantara (IKN). Namun dalam penjelasan terbaru, perusahaan mengubah rencana dan memindahkan proyek tersebut ke Kulonprogo, DIY, dengan alasan seluruh unit PS–GPS terkonsentrasi di Jawa.
Perusahaan juga mengakui fluktuasi ekstrem bisnis Januari–Agustus 2025 sebagai penyebab perlambatan eksekusi, indikasi bahwa sensitivitas terhadap siklus harga unggas masih menjadi masalah struktural.
Manajemen menyatakan kapasitas RPA 4.000 ekor/jam masih “sangat cukup,” namun belum memberikan gambaran bagaimana integrasi antara fasilitas baru dan rantai distribusi akan menutup celah biaya yang selama ini menekan margin.
Salah satu kritikan terbesar terhadap industri unggas nasional adalah ketergantungan pada pabrik pakan besar. Namun Perseroan menegaskan tidak berencana membangun pabrik pakan sendiri. Sebagai gantinya, perusahaan hanya mengandalkan kontrak jangka panjang.
Pendekatan ini memang dapat memberikan stabilitas harga dalam jangka pendek, tetapi pada saat yang sama membuat perusahaan semakin bergantung pada fluktuasi global dan stok pabrik pakan.
Tanpa fasilitas produksi sendiri, kemampuan hedging struktural terhadap volatilitas harga komoditas tetap terbatas.
Sementara itu, keberlanjutan kemitraan peternak disebut bergantung pada kestabilan harga pakan, suatu pendekatan yang dinilai tidak cukup memadai jika terjadi lonjakan harga ke level ekstrem sebagaimana terjadi di tahun-tahun sebelumnya.
Pertanyaan mengenai anomali naiknya harga saham AYAM di tengah kinerja Q3 2025 yang menurun dijawab secara normatif oleh manajemen yang sekadar menyebut “mekanisme pasar.”
Hal lainnya, perusahaan menetapkan capex Rp130 miliar untuk 2026, terutama untuk ekspansi layer dan breeding. Sumber pendanaan bergantung pada kerja sama strategis dan alokasi laba bertahap, meskipun laporan perusahaan menunjukkan masih mengalami kerugian.
Rumor Danantara Rp20 Triliun: Masih Spekulatif
Di tengah rumor bahwa Danantara akan menggelontorkan Rp20 triliun untuk memperkuat rantai pasok ayam nasional, Perseroan mengakui belum ada komunikasi resmi. Namun manajemen menyebut “merasakan dampak positif.”
Manajemen menilai peran pemerintah dalam stabilisasi harga akan menekan risiko tekanan jual, tetapi tidak menjelaskan strategi alternatif jika intervensi pemerintah tidak optimal.
AYAM membuka peluang ekspansi ke luar DIY dalam 3–5 tahun, namun menegaskan ekspansi tidak akan agresif. Pernyataan ini mencerminkan dilema internal perusahaan antara keinginan menjadi pemain nasional tetapi dibatasi kapasitas keuangan dan operasional.