Jamkrindo

Banjir Diskon Jadi Strategi Ekonomi, Dorong Belanja tapi Picu Ketergantungan

Oleh M.Dhayfan Al-ghiffari pada 17 Oct 2025, 06:07 WIB

JAKARTA, Cobisnis.com – Fenomena diskon besar-besaran yang marak di platform e-commerce dan ritel modern terus mendorong perputaran ekonomi masyarakat. Program seperti Harbolnas, 11.11, atau promo gajian kini bukan sekadar ajang belanja, melainkan simbol kekuatan konsumsi domestik yang menjaga daya hidup ekonomi nasional.

Bagi pelaku usaha, strategi potongan harga menjadi cara cepat meningkatkan penjualan dan menghabiskan stok barang. Melalui diskon besar, arus kas perusahaan bisa berputar lebih cepat, sementara konsumen menikmati harga yang lebih ramah di kantong. Efeknya, sektor perdagangan dan logistik ikut bergairah.

Kegiatan belanja besar-besaran ini juga memberi dampak positif pada sektor digital. Lonjakan transaksi mendorong pertumbuhan layanan ekspedisi, dompet digital, hingga periklanan daring. Efek domino tersebut membuat diskon menjadi katalis penting bagi pertumbuhan ekonomi digital di Indonesia.

Namun, di balik gairah konsumsi yang meningkat, terdapat sisi lain yang perlu diwaspadai. Diskon besar sering kali memicu perilaku konsumtif dan pembelian impulsif. Banyak masyarakat membeli barang bukan karena kebutuhan, melainkan karena tergoda harga miring yang bersifat sementara.

Fenomena ini bisa menimbulkan risiko terhadap kesehatan finansial rumah tangga. Ketika masyarakat mengandalkan kartu kredit atau layanan paylater untuk menikmati promo, potensi beban utang jangka pendek meningkat. Jika tidak diimbangi pengelolaan keuangan yang baik, dampaknya bisa menekan daya beli ke depan.

Selain itu, diskon besar juga menciptakan tantangan bagi pelaku usaha kecil. UMKM yang tidak mampu menurunkan harga dalam skala besar kerap tersingkir dari persaingan pasar. Kondisi ini memperlebar jarak antara produsen bermodal besar dan pelaku usaha mikro yang masih bertahan dengan margin tipis.

Di sisi lain, perilaku konsumen juga berubah. Diskon yang terlalu sering membuat masyarakat terbiasa membeli hanya saat promo berlangsung. Akibatnya, penjualan pada hari-hari normal menjadi lesu dan menciptakan ketidakseimbangan permintaan di pasar ritel.

Meski begitu, pemerintah melihat konsumsi masyarakat tetap menjadi motor utama pertumbuhan ekonomi nasional. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat konsumsi rumah tangga berkontribusi lebih dari 50% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Diskon besar menjadi salah satu faktor yang menjaga laju konsumsi tetap stabil.

Kendati demikian, literasi finansial tetap menjadi kunci utama agar masyarakat tidak terjebak gaya hidup konsumtif. Diskon memang mendorong ekonomi, tetapi keseimbangan antara keinginan dan kebutuhan perlu dijaga agar tidak menimbulkan masalah ekonomi di tingkat rumah tangga.

Diskon besar-besaran pada akhirnya menjadi pedang bermata dua bagi ekonomi nasional. Di satu sisi, ia mempercepat perputaran uang dan membuka peluang bisnis baru. Namun di sisi lain, ia juga menguji kedisiplinan finansial masyarakat dalam menghadapi godaan konsumsi tanpa batas.