JAKARTA, Cobisnis.com – Fenomena foto profil berwarna ungu lagi ramai muncul di berbagai platform medsos, terutama dari pengguna di Afrika Selatan. Banyak yang penasaran, karena perubahan ini bukan tren visual atau gaya baru.
Perubahan PFP ini sebenarnya bagian dari kampanye besar yang menuntut penghentian kekerasan terhadap perempuan. Gerakan ini lahir dari tingginya angka kekerasan gender di negara tersebut, yang selama bertahun-tahun jadi masalah serius dan sering dianggap biasa oleh sebagian masyarakat.
Fakta yang Memicu Gerakan
Setiap harinya, sekitar 15 perempuan di Afrika Selatan dibunuh. Negara ini juga tercatat sebagai salah satu yang memiliki angka femisida tertinggi di dunia. Kondisi tersebut membuat publik semakin mendesak pemerintah untuk mengambil langkah tegas.
Kasus-Kasus yang Memperburuk Situasi
Nama Karabo Mokoena kembali mencuat sebagai simbol kemarahan publik. Ia ditemukan meninggal dan dibakar oleh pasangannya. Peristiwa ini meninggalkan luka besar bagi masyarakat.
Kasus lain yang mengguncang negara tersebut adalah Uyinene Mrwetyana, perempuan 19 tahun yang menjadi korban pemerkosaan dan pembunuhan saat mengambil paket di kantor pos. Peristiwa itu memicu aksi turun ke jalan secara nasional.
Kasus terbaru yang ikut menyulut gerakan ini adalah yang menimpa Anele Tembe, serta beberapa kasus kekerasan dalam rumah tangga lain yang penanganannya lambat. Banyak pelaku yang lolos dari hukuman, sementara korban merasa diabaikan. Rasa frustrasi inilah yang memicu gelombang “Purple PFP” sepanjang 2024–2025.
Bentuk Aksi yang Dilakukan Publik
Mengganti foto profil menjadi ungu
Aksi “shutdown” pada 21 November: tidak berbelanja dan tidak bekerja
Mengheningkan cipta selama 15 menit pada pukul 12 sebagai penghormatan bagi 15 korban harian
Menggunakan pakaian hitam
Menandatangani petisi agar kekerasan berbasis gender ditetapkan sebagai “darurat nasional”
Menggelar kampanye edukasi secara masif di media sosial
Gerakan PFP ungu ini tidak hanya jadi simbol solidaritas, tapi juga jeritan publik agar kekerasan terhadap perempuan tidak lagi dianggap sebagai kenyataan yang normal.