JAKARTA, Cobisnis.com - Komisi V DPR RI meminta agar Kementerian Perhubungan (Kemenhub) untuk segera menyelesaikan permasalahan yang menyangkut ojek online (ojol).
Termasuk mengenai potongan biaya aplikasi menjadi 10 persen dari 20 persen.
Ketua Komisi V DPR RI Lasarus mengatakan permasalahan ojol dan aplikator sudah bergulir sejak lama, namun hingga saat ini belum juga menemui solusi yang didasarkan pada win-win solution.
Ia pun meminta agar Kemenhub mengambil langkah cepat untuk memediasi kedua pihak.
“Ini sudah bergulir lama pak, kami mohon pemerintah mengambil langkah cepat. Tentu kami dari DPR mendorong, ini tetap prinsipnya win win solution, harus sama-sama menguntungkan kedua pihak,” ujar Lasarus dalam rapat kerja Komisi V DPR dengan Kementerian Perhubungan, Senin, 30 Juni.
Bahkan, Lasarus menyarankan agar Kemenhub bisa berkaca terhadap ekosistem transportasi online yang diterapkan oleh negara lain untuk mengatasi permasalahan ojol.
Lebih lanjut, Lasarus mengatakan bahwa layanan transportasi online di Indonesia belum memiliki Undang-undang (UU) khusus sebagai payung hukum. Usaha ini hanya diatur melalui Peraturan Menteri (Permen) dan Keputusan Menteri (Kepmen) yang menjadi domain pemerintah, terutama Kementerian Perhubungan.
“Hanya memang keterbatasan kami di DPR ini kan kita belum ada Undang-undang khusus yang mengatur tentang ini. Kita masih sebatas Permen, Peraturan menteri dan Keputusan Menteri yang tentu itu domain pemerintah,” tutur Lasarus.
“Kepmen dan Permen itu tidak ada ranahnya kami di sini, tapi kami sebagai wakil rakyat, Pak, memohon dan meminta berdasarkan masukan apa yang dialami oleh masyarakat. Dan seterusnya haruslah rasa keadilan itu tergambar,” sambungnya.
Di samping itu, Lasarus menekankan, mitra dan aplikator merupakan dua pihak yang tidak dapat dipisahkan.
Dia bilang, jika komponen ini tidak berjalan baik, maka akan memperlambat layanan transportasi online di Tanah Air.
“Kalau salah kita mengambil keputusan terhadap salah satu saja, ini dampaknya pasti besar sekali terhadap masyarakat luas. Ini kita minta pemerintahan yang mengkaji ini secara cermat, secara arif dan bijaksana dengan dalil-dalil data yang betul-betul valid,” ucapnya.
Karena itu, menurut dia, kepentingan kedua pihak harus dapat diakomodir pemerintah lewat regulasi dari Kementerian Perhubungan.
“Itu penting, karena kalau tidak nanti ini tidak bisa jalan, Pak, pincang sebelah tidak bisa jalan. Saya rasa sebetulnya barang ini bisa kita ukur, Pak. Terukur harusnya ya, terukur,” ujarnya.
Termasuk mengenai potongan biaya aplikasi menjadi 10 persen dari 20 persen.
Ketua Komisi V DPR RI Lasarus mengatakan permasalahan ojol dan aplikator sudah bergulir sejak lama, namun hingga saat ini belum juga menemui solusi yang didasarkan pada win-win solution.
Ia pun meminta agar Kemenhub mengambil langkah cepat untuk memediasi kedua pihak.
“Ini sudah bergulir lama pak, kami mohon pemerintah mengambil langkah cepat. Tentu kami dari DPR mendorong, ini tetap prinsipnya win win solution, harus sama-sama menguntungkan kedua pihak,” ujar Lasarus dalam rapat kerja Komisi V DPR dengan Kementerian Perhubungan, Senin, 30 Juni.
Bahkan, Lasarus menyarankan agar Kemenhub bisa berkaca terhadap ekosistem transportasi online yang diterapkan oleh negara lain untuk mengatasi permasalahan ojol.
Lebih lanjut, Lasarus mengatakan bahwa layanan transportasi online di Indonesia belum memiliki Undang-undang (UU) khusus sebagai payung hukum. Usaha ini hanya diatur melalui Peraturan Menteri (Permen) dan Keputusan Menteri (Kepmen) yang menjadi domain pemerintah, terutama Kementerian Perhubungan.
“Hanya memang keterbatasan kami di DPR ini kan kita belum ada Undang-undang khusus yang mengatur tentang ini. Kita masih sebatas Permen, Peraturan menteri dan Keputusan Menteri yang tentu itu domain pemerintah,” tutur Lasarus.
“Kepmen dan Permen itu tidak ada ranahnya kami di sini, tapi kami sebagai wakil rakyat, Pak, memohon dan meminta berdasarkan masukan apa yang dialami oleh masyarakat. Dan seterusnya haruslah rasa keadilan itu tergambar,” sambungnya.
Di samping itu, Lasarus menekankan, mitra dan aplikator merupakan dua pihak yang tidak dapat dipisahkan.
Dia bilang, jika komponen ini tidak berjalan baik, maka akan memperlambat layanan transportasi online di Tanah Air.
“Kalau salah kita mengambil keputusan terhadap salah satu saja, ini dampaknya pasti besar sekali terhadap masyarakat luas. Ini kita minta pemerintahan yang mengkaji ini secara cermat, secara arif dan bijaksana dengan dalil-dalil data yang betul-betul valid,” ucapnya.
Karena itu, menurut dia, kepentingan kedua pihak harus dapat diakomodir pemerintah lewat regulasi dari Kementerian Perhubungan.
“Itu penting, karena kalau tidak nanti ini tidak bisa jalan, Pak, pincang sebelah tidak bisa jalan. Saya rasa sebetulnya barang ini bisa kita ukur, Pak. Terukur harusnya ya, terukur,” ujarnya.