JAKARTA, Cobisnis.com – Hamas diam-diam kembali memperluas kendalinya di Gaza seiring pembicaraan pasca-perang yang berjalan lambat. Mulai dari mengatur harga ayam hingga memungut biaya untuk barang-barang seperti rokok, kelompok tersebut dinilai Gazans semakin menegaskan otoritasnya, meskipun ada rencana AS untuk masa depan wilayah itu.
Setelah gencatan senjata dimulai bulan lalu, Hamas dengan cepat mengambil alih kembali area yang ditinggalkan Israel, termasuk mengeksekusi puluhan warga Palestina yang dituduh bekerja sama dengan Israel atau melakukan kejahatan lainnya. Meski kekuatan asing menuntut kelompok tersebut melucuti senjata dan mundur dari pemerintahan, belum ada kesepakatan mengenai siapa yang akan menggantikan mereka.
Belasan warga Gaza mengatakan bahwa pengaruh Hamas kini terasa melalui pengawasan ketat terhadap barang yang masuk ke wilayah mereka, termasuk pungutan biaya untuk barang impor pribadi seperti bahan bakar dan rokok, serta denda bagi pedagang yang dianggap menaikkan harga secara berlebihan.
Ismail Al-Thawabta, kepala kantor media pemerintahan Hamas, membantah adanya pajak baru tersebut, dan menyebut tindakan mereka sebatas upaya kemanusiaan serta administrasi mendesak, termasuk mengontrol harga. Ia menegaskan kesiapan Hamas untuk menyerahkan kekuasaan kepada administrasi teknokratis baru.
Beberapa warga lain menggambarkan harga barang yang terus berubah seperti “bursa saham”, sementara kondisi ekonomi tetap sulit dan musim dingin semakin dekat. Rencana AS yang diamankan Donald Trump menetapkan gencatan senjata pada 10 Oktober dan pembentukan otoritas transisional serta pasukan keamanan multinacional. Namun laporan Reuters menunjukkan bahwa pembagian de facto Gaza semakin mungkin terjadi karena Israel masih mempertahankan pasukan di lebih dari setengah wilayah.
Hampir seluruh dari 2 juta penduduk Gaza tinggal di wilayah yang dikendalikan Hamas, yang telah menguasai daerah itu sejak 2007 setelah mengambil alih dari Otoritas Palestina. Para analis memperingatkan bahwa semakin lama proses transisi tertunda, semakin kuat posisi Hamas.
Sementara itu, Departemen Luar Negeri AS menegaskan bahwa Hamas “tidak dapat dan tidak akan memerintah Gaza” di masa depan. Otoritas Palestina berupaya untuk turut serta dalam pemerintahan baru, tetapi Israel menolak mereka kembali mengelola Gaza. Perselisihan antara Hamas dan Fatah juga terus menghambat pembentukan badan pemerintahan baru.
Hamas dilaporkan terus mencatat dan mengawasi seluruh barang yang masuk melalui pos pemeriksaan, serta mengenakan denda bagi pelaku manipulasi harga. Meskipun gaji pegawai masih dibayarkan, Hamas memangkas nominal tertinggi dan menyeragamkan gaji sekitar 1.500 shekel per bulan. Kelompok itu juga telah mengganti beberapa pejabat dan anggota politbiro yang tewas dalam perang.
Menurut Mustafa Ibrahim, seorang aktivis dan komentator Gaza, Hamas memanfaatkan lambatnya implementasi rencana AS untuk memperkuat kekuasaannya. Ia menilai hal ini akan terus berlanjut sampai pemerintahan alternatif benar-benar terbentuk.