JAKARTA, Cobisnis.com – Konflik di Gaza kembali memanas setelah laporan menunjukkan gencatan senjata yang sebelumnya disepakati dilanggar. Israel disebut melakukan 57 serangan dalam kurun waktu singkat, meningkatkan ketegangan di wilayah tersebut.
Akibat serangan ini, 38 warga Gaza tewas. Sebagian besar korban adalah warga sipil, termasuk anak-anak dan perempuan, yang terdampak langsung dari bentrokan bersenjata.
Lembaga kemanusiaan internasional menyoroti kondisi ini sebagai krisis serius. Mereka mendesak kedua pihak agar segera menghentikan kekerasan dan menegakkan kesepakatan damai.
Diplomat dan utusan internasional menyatakan keprihatinan tinggi atas eskalasi konflik. Mereka menekankan pentingnya langkah diplomasi untuk mencegah korban sipil bertambah.
Warga Gaza menghadapi trauma psikologis yang mendalam, ditambah kerusakan rumah, sekolah, dan fasilitas publik akibat serangan yang terus berlangsung.
Pihak Israel membenarkan operasi militer, menyatakan langkah tersebut sebagai respons atas ancaman keamanan nasional. Pernyataan ini memicu kritik dari berbagai negara dan lembaga internasional.
Kondisi ekonomi Gaza semakin tertekan. Blokade wilayah dan kerusakan fasilitas memperlambat distribusi barang penting, termasuk pangan, obat-obatan, dan kebutuhan pokok lainnya.
Media global menyoroti pelanggaran ini sebagai kegagalan diplomasi. Gencatan senjata yang semula dimaksudkan untuk meredakan konflik justru runtuh, meninggalkan warga sipil dalam kondisi rawan.
Para pemimpin dunia menyerukan agar PBB dan pasukan internasional segera turun tangan. Tujuannya untuk melindungi warga sipil sekaligus menegakkan hukum internasional terkait konflik bersenjata.
Pengamat menilai, jika pelanggaran terus terjadi, konflik bisa berkepanjangan. Dampak jangka panjang pada generasi muda Gaza berpotensi serius, baik dari sisi sosial maupun psikologis.