JAKARTA,Cobisnis.com - PT Sarana Pactindo menegaskan bahwa adopsi teknologi Artificial Intelligence (AI) merupakan kebutuhan mendesak di tengah akselerasi digitalisasi di sektor keuangan. Hal ini disampaikan oleh President Director Sarana Pactindo, Sutjahyo Budiman, dalam pernyataannya kepada media hari ini di Jakarta.
Menurut Sutjahyo, seiring dengan meningkatnya transaksi digital, ancaman aktivitas ilegal seperti fraud pun semakin kompleks dan canggih. "Saat ini, fraud detection telah menjadi hal yang krusial dalam perbankan digital. Para pelaku kejahatan pun mulai menggunakan AI untuk melakukan aksinya, sehingga institusi keuangan harus merespons dengan teknologi yang sama canggihnya," jelasnya.
Hingga saat ini, Sarana Pactindo mencatat baru empat institusi keuangan yang telah memanfaatkan AI untuk corporate intelligence—terdiri dari tiga bank dan satu perusahaan asuransi. Sementara itu, sebanyak 27 institusi lainnya baru memanfaatkan AI dalam bentuk dasar, yakni sebagai alat fraud detection.
Namun, adopsi AI di sektor keuangan dinilai masih lambat karena sejumlah tantangan, termasuk kurangnya pemahaman awal, keterbatasan SDM yang ahli, dan anggapan bahwa investasi AI membutuhkan biaya besar.
"Padahal, biaya adopsi AI kini sudah jauh lebih terjangkau. Kami menghadirkan solusi AI mulai dari Rp150 juta–Rp180 juta per tahun, sudah termasuk layanan cloud seperti AWS dan maintenance," terang Sutjahyo.
Melalui solusi ini, Sarana Pactindo berharap semakin banyak institusi keuangan yang dapat mengakses dan menerapkan teknologi AI dengan cepat dan efisien. Perusahaan pun menargetkan hingga akhir tahun 2025 akan ada 25 institusi keuangan, mulai dari bank, asuransi, hingga sekuritas, yang mengimplementasikan solusi corporate intelligence berbasis AI dari Sarana Pactindo.
"Kami terus aktif mendorong transformasi digital ini dengan pendekatan edukatif dan implementatif. Tujuannya sederhana: agar industri kita lebih siap menghadapi tantangan keamanan dan operasional di era digital," tutup Sutjahyo.
Menurut Sutjahyo, seiring dengan meningkatnya transaksi digital, ancaman aktivitas ilegal seperti fraud pun semakin kompleks dan canggih. "Saat ini, fraud detection telah menjadi hal yang krusial dalam perbankan digital. Para pelaku kejahatan pun mulai menggunakan AI untuk melakukan aksinya, sehingga institusi keuangan harus merespons dengan teknologi yang sama canggihnya," jelasnya.
Hingga saat ini, Sarana Pactindo mencatat baru empat institusi keuangan yang telah memanfaatkan AI untuk corporate intelligence—terdiri dari tiga bank dan satu perusahaan asuransi. Sementara itu, sebanyak 27 institusi lainnya baru memanfaatkan AI dalam bentuk dasar, yakni sebagai alat fraud detection.
Namun, adopsi AI di sektor keuangan dinilai masih lambat karena sejumlah tantangan, termasuk kurangnya pemahaman awal, keterbatasan SDM yang ahli, dan anggapan bahwa investasi AI membutuhkan biaya besar.
"Padahal, biaya adopsi AI kini sudah jauh lebih terjangkau. Kami menghadirkan solusi AI mulai dari Rp150 juta–Rp180 juta per tahun, sudah termasuk layanan cloud seperti AWS dan maintenance," terang Sutjahyo.
Melalui solusi ini, Sarana Pactindo berharap semakin banyak institusi keuangan yang dapat mengakses dan menerapkan teknologi AI dengan cepat dan efisien. Perusahaan pun menargetkan hingga akhir tahun 2025 akan ada 25 institusi keuangan, mulai dari bank, asuransi, hingga sekuritas, yang mengimplementasikan solusi corporate intelligence berbasis AI dari Sarana Pactindo.
"Kami terus aktif mendorong transformasi digital ini dengan pendekatan edukatif dan implementatif. Tujuannya sederhana: agar industri kita lebih siap menghadapi tantangan keamanan dan operasional di era digital," tutup Sutjahyo.