Jamkrindo

Alasan Ruangan Sempit, Kejagung Cuma Bisa Pajang Rp 2,4 Triliun

Oleh M.Dhayfan Al-ghiffari pada 20 Oct 2025, 13:22 WIB

JAKARTA, Cobisnis.com – Kejaksaan Agung (Kejagung) hanya menampilkan uang tunai Rp 2,4 triliun dari total Rp 13,255 triliun hasil sitaan kasus korupsi crude palm oil (CPO) dalam acara penyerahan uang pengganti kerugian negara yang dihadiri Presiden Prabowo Subianto di kantor Kejagung, Jakarta, Senin (20/10/2025).

Jaksa Agung ST Burhanuddin menjelaskan, uang yang ditampilkan hanya sebagian karena keterbatasan ruang. Menurutnya, mustahil menumpuk Rp 13 triliun uang tunai di lokasi acara.

“Kalau semua dihadirkan, tempatnya tidak memungkinkan,” ujar Burhanuddin.

Uang pecahan Rp 100.000 itu dipajang di lobi utama Kejagung dalam tumpukan setinggi dua meter. Di bagian depan, tertulis total nilai sitaan Rp 13.255.244.538.149, hasil pengembalian dari perusahaan pelaku korupsi di sektor sawit.

Burhanuddin menegaskan, fokus Kejagung saat ini adalah penegakan hukum terhadap tindak pidana yang berdampak langsung pada ekonomi rakyat. Ia menyebut sektor pangan, industri dasar, dan energi sebagai prioritas utama.

Kasus korupsi CPO ini menyeret tiga perusahaan besar: PT Wilmar Group, PT Musim Mas, dan anak perusahaan PT Permata Hijau Group, PT Nagamas Palmoil Lestari. Ketiganya dinilai melanggar Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 UU Tipikor.

Dalam putusan kasasi, Mahkamah Agung menghukum PT Wilmar Group membayar uang pengganti Rp 11,88 triliun dan PT Musim Mas Rp 4,89 triliun. Angka itu menjadikan kasus ini salah satu vonis korupsi korporasi terbesar di Indonesia.

Dari total kewajiban tersebut, sebagian sudah disetorkan ke kas negara. PT Musim Mas menyerahkan Rp 1,18 triliun, sementara PT Nagamas Palmoil Lestari menyetor Rp 186,43 miliar ke Kejagung.

Burhanuddin menyebut pengembalian uang triliunan rupiah ini menjadi bukti nyata komitmen lembaganya dalam memulihkan keuangan negara dan menjaga stabilitas ekonomi nasional.

Kehadiran Presiden Prabowo dalam acara tersebut dinilai menegaskan dukungan penuh pemerintah terhadap reformasi hukum dan transparansi pengelolaan aset negara. Ia menyebut langkah Kejagung sebagai sinyal positif dalam pemberantasan korupsi.

Secara ekonomi, pengembalian uang sitaan ini juga berpotensi memperkuat penerimaan negara nonpajak dan menambah ruang fiskal untuk mendukung program ekonomi rakyat.