JAKARTA, Cobisnis.com – Jabatan Presiden Amerika Serikat bukan cuma soal kekuasaan, tapi juga soal tanggung jawab besar dan imbalan yang tak main-main. Setiap Presiden AS resmi digaji US$400.000 per tahun, atau sekitar Rp6,4 miliar kalau dikonversi dengan kurs Rp16.000 per dolar.
Selain gaji pokok, ada juga tunjangan tambahan yang bikin total kompensasinya makin tinggi. Presiden AS dapat tunjangan perjalanan US$100.000, hiburan US$19.000, dan biaya pribadi US$50.000 per tahun. Kalau ditotal, nilainya mencapai US$469.000 atau sekitar Rp7,5 miliar setahun.
Tapi Donald Trump justru jadi pengecualian. Saat menjabat Presiden dari 2017 sampai 2021, Trump memilih tidak mengambil gaji itu sama sekali. Ia menyumbangkan seluruh gajinya ke berbagai lembaga pemerintah.
Langkah ini sempat menuai perhatian publik karena jarang ada presiden yang melakukan hal serupa. Trump menyalurkan gajinya ke departemen yang berbeda setiap kuartal, termasuk Departemen Kesehatan, Pendidikan, dan Veteran Affairs.
Menurut Gedung Putih kala itu, keputusan Trump adalah bentuk simbolik bahwa ia ingin bekerja untuk negara, bukan demi uang. “Ia ingin rakyat tahu dia berkomitmen penuh pada pelayanan publik,” kata juru bicara resmi.
Secara hukum, presiden wajib menerima gaji, tapi Trump mengakalinya dengan langsung menyumbangkannya kembali. Praktik ini pernah dilakukan juga oleh Herbert Hoover dan John F. Kennedy di masa lalu.
Keputusan Trump juga dianggap sejalan dengan citra bisnisnya sebagai miliarder yang sudah mapan sebelum masuk politik. Dengan kekayaan yang mencapai miliaran dolar, gaji presiden baginya memang bukan motivasi utama.
Namun langkah ini tak lepas dari kritik. Sebagian pihak menyebut sumbangan itu lebih bersifat simbolis dan tidak serta merta menghapus konflik kepentingan yang membayangi kepemimpinannya.
Meski begitu, fakta bahwa Trump tidak mengambil sepeser pun dari gaji resminya tetap jadi catatan menarik dalam sejarah politik modern Amerika. Ia menempatkan dirinya di barisan kecil presiden yang rela melepas hak finansial demi pesan moral dan politik.
Kini, perdebatan soal gaya kepemimpinan dan keputusan kontroversial Trump masih terus jadi sorotan. Tapi satu hal pasti: dalam hal gaji, ia sudah menulis bab tersendiri dalam buku sejarah Gedung Putih.