Jamkrindo

FOMO vs FOBO: Kenapa Takut Ketinggalan dan Takut Salah Pilih Bisa Bikin Hidup Nggak Tenang

Oleh Desti Dwi Natasya pada 18 Nov 2025, 05:52 WIB

JAKARTA, Cobisnis.com – Dalam era digital yang serba cepat dan penuh pilihan, muncul dua fenomena psikologis yang sering dialami banyak orang: Fear of Missing Out (FOMO) dan Fear of Better Option (FOBO). Keduanya sama-sama berhubungan dengan rasa takut, tetapi konteks dan dampaknya terhadap kehidupan pribadi maupun profesional sangat berbeda. Memahami perbedaan keduanya dapat membantu seseorang mengambil keputusan dengan lebih sehat dan tidak mudah terjebak dalam tekanan sosial.

FOMO adalah ketakutan bahwa seseorang akan tertinggal dari kesenangan, peluang, atau informasi yang sedang dialami orang lain. Fenomena ini semakin kuat karena media sosial yang memamerkan pencapaian, gaya hidup, dan momen menarik orang lain tanpa memperlihatkan sisi realitanya. Akibatnya, individu bisa merasa hidupnya kurang memuaskan, sehingga terdorong ikut mencoba atau membeli sesuatu hanya untuk merasa tidak berbeda.

Sementara itu, FOBO adalah rasa takut membuat keputusan karena khawatir ada pilihan lain yang lebih baik. Fenomena ini sering dialami ketika seseorang memiliki terlalu banyak opsi sehingga merasa bingung untuk memilih. FOBO membuat seseorang menunda keputusan, mempertimbangkan terlalu lama, dan sering merasa menyesal meskipun sudah memilih. Efeknya adalah munculnya overthinking dan rasa tidak puas berkepanjangan.

Meskipun berbeda, FOMO dan FOBO sama-sama bisa menjadi sumber stres. FOMO mendorong seseorang bergerak terlalu cepat tanpa perhitungan, sedangkan FOBO membuat seseorang berhenti dan tidak berani melangkah. Keduanya mengganggu kemampuan seseorang untuk menikmati hidup dan fokus pada apa yang benar-benar penting. Saat keduanya muncul secara bersamaan, seseorang bisa merasa terus-menerus tidak puas terhadap hidupnya.

Untuk mengatasi FOMO, seseorang perlu mulai membatasi konsumsi media sosial, lebih fokus pada tujuan pribadi, dan belajar mensyukuri apa yang sudah dimiliki. Sedangkan untuk menghadapi FOBO, diperlukan kemampuan membuat batas waktu keputusan, menyusun prioritas, dan menerima bahwa tidak ada pilihan yang benar-benar sempurna. Kesadaran diri menjadi kunci penting dalam mengendalikan dua fenomena psikologis ini.

Selain itu, penting bagi seseorang untuk belajar mengenal apa yang membuatnya benar-benar bahagia, bukan hanya mengikuti standar sosial atau tren yang bersifat sementara. Membuat jurnal, berdiskusi dengan orang yang bijak, serta mengevaluasi keputusan tanpa menyalahkan diri sendiri bisa menjadi langkah kecil yang membawa dampak besar.

Pada akhirnya, baik FOMO maupun FOBO bukanlah sesuatu yang harus ditakuti, tetapi dipahami sebagai respons umum terhadap banyaknya informasi dan pilihan di era modern. Dengan mengelola keduanya dengan baik, seseorang dapat hidup lebih tenang, fokus pada tujuan pribadi, dan berani membuat keputusan yang sesuai dengan nilai diri.