JAKARTA, Cobisnis.com – Jjajangmyeon selama ini dikenal sebagai salah satu hidangan populer dalam budaya kuliner Korea Selatan, baik melalui drama, konten digital, maupun industri makanan cepat saji. Namun, tidak banyak yang mengetahui bahwa hidangan mie berbalut saus kacang hitam ini merupakan hasil akulturasi kuliner Tiongkok yang kemudian berkembang dan menjadi bagian dari identitas gastronomi Korea.
Jjajangmyeon berasal dari zhajiangmian, hidangan mie tradisional dari komunitas Tiongkok yang bermigrasi ke Korea pada akhir abad ke-19. Seiring waktu, proses adaptasi dilakukan baik dari segi rasa, tekstur, maupun penggunaan bahan baku agar sesuai dengan preferensi masyarakat Korea. Penyesuaian ini kemudian membentuk karakter rasa khas yang berbeda dari versi asli Tiongkok, hingga dikenal dengan nama jjajangmyeon dalam bahasa Korea.
Meski memiliki latar belakang Tiongkok, jjajangmyeon telah diterima secara luas sebagai bagian dari makanan nasional Korea, bahkan menjadi salah satu hidangan yang memiliki nilai emosional, historis, serta budaya tersendiri. Penyajian jjajangmyeon sering dikaitkan dengan momen tertentu seperti pindahan rumah, hari lajang (Black Day), hingga tradisi makan bersama keluarga.
Dalam konteks kuliner global, jjajangmyeon menjadi contoh bagaimana perpindahan budaya, diaspora, dan adaptasi kuliner mampu melahirkan bentuk baru yang diterima sebagai identitas lokal tanpa menghilangkan jejak sejarahnya. Fenomena serupa juga ditemukan di berbagai negara, seperti bakmi, kwetiau, atau bakso di Indonesia yang awalnya berasal dari kuliner Tiongkok namun berkembang menjadi hidangan khas nasional.
Melalui pemahaman ini, jjajangmyeon tidak hanya dipandang sebagai makanan populer, melainkan juga sebagai representasi perjalanan budaya yang terus bertransformasi serta memberikan kontribusi terhadap keberagaman kuliner dunia.