JAKARTA, Cobisnis.com – Sebuah video yang memperlihatkan peserta acara lari menutup jalur busway viral di media sosial. Dalam rekaman itu, tampak rombongan pelari memenuhi jalur khusus TransJakarta hingga bus tidak bisa lewat.
Video tersebut diambil dari dalam salah satu bus yang terjebak di belakang peserta. Sopir tampak berhenti lama karena jalur benar-benar tertutup, sementara para pelari tetap berjalan santai di depan.
Padahal, menurut informasi yang beredar, panitia sebenarnya sudah menyiapkan jalur tersendiri di luar koridor busway. Namun, sebagian peserta tetap memilih lewat jalur TransJakarta, membuat arus transportasi terganggu.
Kondisi itu langsung menuai kritik dari warganet. Banyak yang menilai panitia acara kurang melakukan pengawasan dan peserta tidak mematuhi aturan. Bahkan ada yang menyebut aksi ini bisa membahayakan, karena jalur busway seharusnya steril dari kegiatan lain.
Beberapa komentar di media sosial menyoroti lemahnya koordinasi antara panitia, petugas lalu lintas, dan operator TransJakarta. “Udah dikasih jalur, masih aja nyelonong ke busway,” tulis salah satu pengguna X (Twitter).
Warganet lain juga menyoroti kurangnya kesadaran peserta untuk menjaga ketertiban ruang publik. Menurut mereka, kegiatan olahraga seharusnya bisa berjalan tanpa mengganggu transportasi umum yang jadi kebutuhan banyak orang.
Dari sisi TransJakarta, gangguan seperti ini bukan pertama kali terjadi. Sebelumnya, beberapa acara lari di ibu kota juga pernah menimbulkan kemacetan karena pengaturan jalur yang tidak efektif.
Pihak TransJakarta belum memberikan keterangan resmi terkait insiden ini. Namun, beberapa staf operasional sempat membenarkan bahwa sempat terjadi keterlambatan perjalanan bus di sejumlah koridor pada pagi hari saat acara berlangsung.
Ahli transportasi publik menilai kejadian seperti ini menunjukkan pentingnya disiplin dan koordinasi lintas pihak dalam menggelar acara publik di Jakarta. “Jalur busway itu steril, kalau dipakai kegiatan lain, otomatis layanan publik terganggu,” ujarnya.
Peristiwa ini kembali memicu perdebatan soal keseimbangan antara kegiatan publik dan kepentingan umum, terutama di kota besar yang mengandalkan transportasi massal seperti TransJakarta.